Ijma' Sharih
Sharih
secara etimologi mempunyai arti jelas.
Ijma' sharih dapat diartikan sebagai ijma' yang memaparkan pendapat banyak
ulama secara jelas dan terbuka, baik dengan capan maupun perbuatan.
Pada saat semua ulama memaparkan
pendapatnya, ternyata mereka menghasilkan pendapat yang sama atas hukum suatu
perkara. Jenis ijma' ini diakui sangat langka karena sangat sulit dicapai
kesamaan pemaparan pendapat dari sekian banyak ulama yang berijma'. Oleh karena
itu sebagian ulama berpendapat bahwa ijma' semacam ini hanya dapat terlaksana
pada zaman sahabat ketika jumlah mujtahid masih sedikit dan tempat mereka
berdekatan.
Ijma' sharih ini menempati tingkatan ijma'
tertinggi. Hukum yang ditetapkannya bersifat qath'i,
sehingga umat wajib mengikutinya. Oleh karena itu seluruh ulama sepakat dan
bersedia untuk menjadikan ijma' sharih sebagai dalil yang sah dan kuat dalam
penetapan hukum syariat Islam.
Ijma' Sukuti
Sukuti
secara bahasa berarti diam. Sebuah ijma'
disebut sebagai ijma' sukuti apabila sebagian mujtahid memaparkan
pendapat-pendapatnya secara terang dan jelas mengenai suatu hukum atau
peristiwa melalui perkataan maupun perbuatan, sedangkan mujtahid yang lain
tidak memberikan komentar apakah dia menerima atau menolak.
Ijma' sukuti ini bersifat dzan dan tidak memikat. Sehingga tidak ada
halangan bagi para mujtahid untuk memaparkan pendapat yang berbeda setelah
ijma' itu diputuskan. Imam Syafi'I dan Imam Maliki berpendapat bahwa ijma'
sukuti tidak dapat dijadikan dasar hukum. Namun Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad
bin Hanbal berpendapat lain yaitu menjadikan ijma' sukuti sebagai dasar hukum.
Mereka menerima ijma' sukuti sebagai hujjah
karena menurutnya kedua Imam tersebut diamnya mujtahid dianggap sebagai tanda
setuju.
0 komentar:
Posting Komentar