Kamis, 11 Februari 2016

R.M.P. Sosrokartono (Sang Jenius dari Timur)

Raden Mas Panji Sosrokartono lahir di Mayong pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 M. Beliau adalah putra Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Sejak kecil, Raden Sosrokartono sudah mempunyai keistimewaan, beliau cerdas dan mempunyai kemampuan membaca masa depan. Kemampuan batiniyah ini terlihat tatkala beliau mengatakan kepada ibunya bahwa beliau akan pindah ke Jepara. Maka, tak lama kemudian, ayahnya pun diangkat sebagai bupati Jepara. Sehingga beliau dan keluarganya pun harus pindah ke Jepara.

     Kaka R.A. Kartini ini melanjutkan pendidikan di H.B.S. Semarang setelah tamat dari Eroperche Lagere School di Jepara. Pada tahun 1898, beliau meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda. Awalnya di Sekolah Teknik Tinggi di Leiden, tetapi karena tidak cocok beliau pindah ke jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda.

     Dengan menggenggam gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari perguruan tinggi di Leiden, beliau mengembara ke seluruh Eropa, menjalani berbagai pekerjaan.  Selama Perang Dunia I, beliau bekerja sebagai wartawan perang pada New York Herald Newspaper dan New York Herald Tribune. Sebelumnya, beliau bekerja sebagai penerjemah di Wina, Austria. Di sana beliau dikenal dengan sebutan "jenius dari Timur". Setelah perang usai, beliau bekerja sebagai ahli bahasa di kedutaan Perancis di Den Haag, dan akhirnya hijrah ke Jenewa. R.M.P. Sosrokartono juga menguasai bahasa Basque, menjadi penerjemah pasukan sekutu ketika melewati daerah suku Basque, Spanyol.

     R.M.P. Sosrokartono merupakan seorang poliglot. Beliau menguasia 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku Nusantara. Sehingga tak heran apabila beliau pernah bekerja sebagai penerjemah untuk kepentingan PBB di Jenewa.

     Selama 26 tahun beliau menjelajahi seluruh Eropa, melihat dan menghayati kehidupan tingkat tinggi dan intelektual di kalangan mereka. Fakta kehidupan mengajarinya untuk tidak memandang dunia Eropa sebagai sebuah keindahan dan kenikmatan yang memuaskan, kerana hari demi hari beliau senantiasa dirundung konflik batin. Sampai suatu saat, hedirlah kebenaran dari Tuhan Yang Maha Esa. Saat itu terdengar kabar bahwa seorang anak -yang berusia 12 tahun- dari kenalannya menderita sakit keras dan tak kunjung sembuh diobati oleh beberapa dokter. Dengan dorongan hati yang penuh dengan cinta kasih dan hasrat besar untuk meringankan penderitaan orang lain, saat itu juga beliau menjenguk anak tersebut. Sesampainya di sana, beliau langsung meletakkan tangannya di atas dahi anak tersebut dan terjadilah sebuah keajaiban. Tiba-tiba anak itu membaik dalam hitungan detik dan akhirnya sembuh di hari itu juga.

    Kejadian itu membuat orang-orang yang hadir terheran-heran, termasuk para dokter yang sudah berusaha menyembuhkan penyakit anak tersebut. Kemudian ada seorang ahli Psychiatrie dan Hypnose yang menjelaskan bahwa sebenarnya R.M.P. Sosrokartono mempunyai daya pesoonalijkei magneetisme yang sangat besar tanpa disadarinya. Mendengar penjelasan itu akhirnya beliau merenungkan dan memutuskan untuk menghentikan pekerjaannya di Jenewa dan pergi ke Paris untuk belajar Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah Perguruan Tinggi. Namun, karena beliau lulusan Bahasa dan Sastra, maka beliau hanya diterima sebagai toehoorder, karena di Perguruan Tinggi tersebut secara khusus hanya disediakan untuk para mahasiswa lulusan medisch dokter.

     Beliau kecewa karena di sana hanya dapat mengikuti mata kuliah yang sangat terbatas, tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Di sela-sela kekecewaanya, datanglah ilham untuk pulang ke Indonesia. R.M.P. Sosrokartono akhirnya pulang ke tanah air pada tahun 1925 dan menetap di kota Bandung.

Sumber: Syuropati, Muhammad A. 2011. Sugih Tanpa Bandha vs Ilmu Kanthong Bolong. Bantul: IN AzNa Books.

     

0 komentar:

Posting Komentar