LET'S VISIT BANDA ACEH

Banda Aceh is the provincial capital of Aceh Province, formerly known as Kutaraja until 1962. On April 22nd, 2016, Banda Aceh celebrated its 814th anniversary. Today,...

DAYA TARIK WISATA JAWA TENGAH

Candi Borobudur merupakan candi Budha terbesar di dunia. Candi ini adalah salah satu masterpiece di antara tujuh keajaiban dunia. Candi Borobudur terletak di...

NGABEN: UPACARA ADAT PEMAKAMAN DI BALI

Upacara pemakaman jenazah atau kremasi umat Hindu di Bali atau dikenal dengan nama Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan...

SEJARAH RUMPUN BAHASA AUSTRONESIA

Menurut Arkeolog Harry Truman Simanjuntak, Austronesia merupakan salah satu rumpun bahasa yang terbesar di dunia. Rumpun bahasa ini meliputi...

ALBERT EINSTEIN

Albert Einstein was born in Ulm, Germany, in 1879. As a young boy, Einstein lived in...

Tampilkan postingan dengan label Aswaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aswaja. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Januari 2016

JUMLAH RAKAAT TARAWIH

Salat Tarawih di Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Dalam riwayat Imam Bukhari tidak disebutkan berapa rakaat Ubay bin Ka'ab melaksanakan tarawih. Di dalam hadis yang diriwayatkan 'Aisyah ra tentang tarawih selama tiga malam yang dilakukan Nabi saw bersama para sahabat, tidak disebutkan juga jumlah rakaatnya, sekalipun dalam riwayat 'Aisyah lainnya ditegaskan tidak adanya pembedaan oleh Nabi saw tentang jumlah rakaat salat malam baik di dalam maupun di luar Ramadan. Namun, riwayat ini berbicara pada konteks yang lebih umum yaitu salat malam.

Hal itu terlihat pada kecenderungan para ulama yang meletakkan riwayat ini pada bab salat malam secara umum, misalnya Imam Bukhari meletakkannya pada bab salat tahajud, Imam Malik dalam al-Muwatha' pada bab salat witir Nabi saw memunculkan perbedaan dalam jumlah rakaat tarawih yang berkisar dari 11, 13, 21, 23, 36, bahkan 39 rakaat. Akar persoalan ini sesungguhnya kembali pada riwayat-riwayat berikut ini:

  1. Imam Malik dalam al-Muwatha'-nya meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab menyuruh Ubay bin Kaab dan Tamim ad-Dari untuk melaksanakan salat tarawih 11 rakaat dengan rakaat-rakaat yang sangat panjang. Namun dalam riwayat Yazid bin ar-Rumman bahwa jumlah rakaat yang dilakukan pada masa Umar bin Khattab sebanyak 23 rakaat.

  1. Imam at-Tirmidzi menyatakan bahwa Umar ra dan Ali ra serta sahabat lainnya menjalankan salat tarawih sejumlah 20 rakaat (selain witir). Pendapat ini didukung oleh ats-Tsauri, Ibn Mubarak dan Imam Syafi'i.

  1. Bahkan di masa Umar bin Abdul Aziz kaum muslimin salat tarawih hingga 36 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Hal ini dikomentari Imam Malik bahwa masalah tersebut sudah lama menurutnya.

  1. Imam Syafi'I dari riwayat az-Za'farani mengaakan bahwa ia sempat menyaksikan umat Islam melaksanakan salat tarawih di Madinah dengan 39 rakaat dan di Makkah dengan 33 rakaat. Menurutnya hal tersebut memang memiliki kelonggaran.


Sumber: Mursyid, Imam. 2009. Ke-NU-an Ahlussunnah Waljamaah MA/SMA/SMK Kelas XI. Semarang: Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

MAZHAB


Secara etimologi kata mazhab berarti jalan, aliran, pendapat atau paham. Adapun pengertian mazhab secara terminologi adalah metode dan hukum tentang brbagai masalah yang telah dilakukan, diyakini, dan dirumuskan oleh mujtahid.

Jadi, bermazhab adalah mengikuti jalan berpikir salah seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad) dalam mengeluarkan hukum (istinbat) dari sumber nas berupa Alquran dan hadis. Bermazhab bisa juga diartikan dengan mengikatkan agama pada salah satu imam mazhab (mujtahid) dalam mengamalkan syariat Islam berdasarkan fatwa-fatwa atau pendapat imam tersebut.

Setiap orang islam diwajibkan mempelajari ajaran agamanya dan memahami hukum yang terkandung dalam Alquran dan hadis. Namun kenyataannya, tidak setiap orang mampu memahami dan mengamalkan isi kandungan tersebut. Hanya sebagian saja yang mampu melakukannya. Terdapat beberapa persyaratan khusus yang harus diperhatikan oleh para mujtahid agar hasil ijtihadnya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Para imam mazhab yang populer di kalangan umat Islam, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'I dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal.

Bermazhab saat ini tidak dapat dihindarkan lagi. Mengapa bermazhab perlu dilakukan? Dengan bermazhab hukum Islam dapa stabil, tidak berubah-ubah tanpa ketentuan yang pasti. Pada kenyataannya hukum-hukum Islam yang dihasilkan oleh orang yang tidak bermazhab belum ada. Jika ada, tidak seluas dan sebanyak orang yang bermazhab dan tidak mendetail pembahasannya.

Sementara kita tidak mampu menggali hukum dan memahami dengan benar isi Alquran dan hadis, sedangkan mereka tidak mempunyai persyaratan sebagai mujtahid yang sempurna. Hal itu tidak mungkin dan tidak etis dilakukan, oleh karena itu seseorang yang belum mampu mencapai tingkat mujtahid, maka secara tidak langsung ia wajib bermazhab.

Selanjutnya dalam bermazhab pun hendaklah memilih mazhab yang muktabar dan terkenal yaitu salah satu dari mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi'I dan Hanbali.


Sumber: Mursyid, Imam. 2009. Ke-NU-an Ahlussunnah Waljamaah MA/SMA/SMK Kelas XI. Semarang: Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

ISTIGASAH DAN MUJAHADAH

Kegiatan istigasah yang dilakukan oleh santri di sebuah pondok pesantren
Ketika memiliki hajat dan saat musibah menerpa bangsa, masyarakat nahdliyin akan mengadakan istigasah atau mujahadah, berkumpul dan berdoa kepada Allah Swt. untuk mengabulkan segala hajat serta menyudahi musibah tersebut. Dalam buku Tradisi Orang-Orang NU* disebutkan bahwa istilah istigasah dan mujahadah baru populer pada tahun 95-an ketika kekuasaan Soeharto mencapai puncaknya dan suhu perpolitikan semakin memanas. Untuk menanggapi situasi yang dihadapi, para ulama mengadukan hal tersebut kepada Allah dengan memanjatkan doa bersama yang disebut dengan mujahadah atau istigasah. Mengingat dalam rangkaian doa yang dibaca terdapat redaksi yang mengandung arti meminta tolong kepada makhluk, maka aliran kiri dan kawan-kawannya lantas memvonis kegiatan tersebut sebagai perilaku yang tergolong syirik akbar. Jelas, ini merupakan vonis berbahaya yang ditujukan kepada umat Islam mayoritas dunia. Sebab istighatsah adalah amaliyah yang telah berlaku sejak zaman Nabi Saw.

Istigasah secara bahasa diartikan sebagai meminta pertolongan, sedangkan maksud dari orang yang beristigasah adalah meminta tolong terhadap seseorang agar menghadap kepada Allah supaya Allah menunaikan hajatnya. Perlu ditegaskan bahwa sebagai warga nahdliyin  yang memiliki amaliyah istigasah, kami meyakini dengan sepenuhnya bahwa dalam memohon pertolongan , meminta, memanggil, dan memohon hanya pada Allah semata. Dialah zat yang memberikan pertolongan, bantuan dan yang mengabulkan. Allah berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمْ اُدْعُوْنِى اَسْتَجِبْ لَكُمْ

"dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS. Al-Mu'min: 60)

Siapapun yang memohon pertolongan kepada makhluk atau meminta bantuan kepadanya, baik makhluk  itu masih hidup atau sudah mati dengan meyakini bahwa makhluk itu sendiri secara independen bisa memberi manfaat dan bahaya tanpa izin Allah berarti ia telah musyrik. Namun Allah memperbolehkan makhluk untuk saling memohon pertolongan dan bantuan. Allah juga menyuruh orang yang diminta pertolongan untuk segera memberikan bantuan. Hadis-hadis yang menjelaskan masalah ini sangat banyak, yang seluruhnya menunjukkan perintah membantu orang yang menderita, menolong orang yang membutuhkan dan menghilangkan kesusahan. Dan Nabi Saw. adalah figur paling agung yang menjadi media untuk memohon pertolongan kepada Allah dalam menghilangkan kesusahan dan memenuhi kebutuhan.

**H. Munawwir Abdul Fattah, Tradisi Orang-Orang NU. Pustaka Pesantren Cetakan Tahun 2006.


Sumber: Firdaus, M. dkk. 2014. Potret Ajaran Muhammad dalam Sikap Santun Tradisi & Amaliyah NU. Kediri: Sumenang.

Kamis, 31 Desember 2015

IMAM ABU MANSUR AL-MATURIDI

Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di Maturid, dekat Samarkand (Asia Tengah), sekitar tahun 852 M / 238 H. Para ulama yang menjadi gurunya kebanyakan dari golongan Hanafiah yang disebut-sebut sebagai golongan rasional (cenderung mendasarkan pada rasio). Mereka antara lain: Muhammad bin Muqatil Ar-Razi, Abu Bakar Ahmad bin Ishaq Al-Jurjani, Abu Masr Al-Lyadi, dan Nusair bin Yahya.

Sedangkan para ulama yang pernah berguru kepadanya, antara lain: Abu Al-Qasim Ishak bin Muhammad yang lebih dikenal dengan Al-Hakim As-Samarqandi (wafat 951 M), Abu Al-Hasan Ali bin Said Al-Rastaghtani, Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa Al-Bazdawi (wafat 999 M), dan Abu Al-Lais Al-Bukhari.

Karya tulis yang disebut-sebut sebagai karangan Al-Maturidi ada 11 buah, yaitu:
  1. Bayanul Wahm Almutazilat
  2. Raddul Usul Alkhamsah li Abi Muhammad Albahili
  3. Radd Awail Aladilat Allati
  4. Radd Tahdzib Aljadal lil Ka'bi
  5. Radd Walid Alfussaq lil Ka'bi
  6. Radd 'Ala Usulil Qaramithah
  7. Radd Kitabaat Imamat li Ba'di Arrawafid
  8. Ma'khaz Asysyara'I
  9. Kitab Aljadal
  10. Tawilat Ahlussunnah
  11. Kitab Attauhid

Dari kalangan ulama segenerasi, tampaknya hanya Al-Maturidi saja tokoh yang lebih mencurahkan perhatian pada lapangan teologi (ilmu tauhid/ketuhanan), sehingga menjelma menjadi suatu aliran. Selanjutnya aliran tersebut dikenal dengan Al-Maturidiyah. Bila dicermati dari karya-karya tulis di atas, tampak jelas bahwa Al-Maturidi secara tegas menangkis dan menyerang aliran Muktazilah dan golongan Syiah. Pada saat yang bersamaan, Imam Al-Asyari menyerang aliran Muktazilah di Irak, sedang Al-Maturidi melakukan hal yang sama di Samarkand.

Beberapa ajaran Al-Maturidi, yaitu:
  1. Tuhan itu mempunyai sifat-sifat (yang berbeda dari zat-Nya).
  2. Kalam (firman) Allah itu qadim dan tidak diciptakan (bukan makhluk).
  3. Manusia dapat melihat Tuhan kelak di akhirat.
  4. Orang-orang yang berdosa besar masih tetap berstatus mukmin, dan terserah Tuhan tentang nasibnya kelak di akhirat, apakah diampuni dan masuk surga atau harus melalui neraka terlebih dahulu.

Rabu, 30 Desember 2015

SEJARAH MUNCULNYA AHLUSSUNNAH WALJAMAAH


     Secara etimologi Ahlussunnah Waljamaah terdiri atas tiga kata yaitu:
1. Ahlun, ahalun (bentuk jamak) artinya keluarga atau orang yang mempunyi atau yang menguasai. Misalnya اهل البيت artinya keluarga atau kaum kerabat. Dan اهل الامر artinya yang mempunyai urusan atau penguasa.
2. Assunnah (السنة) artinya apa saja yang datang dari Rasulullah SAW meliputi sabda (aqwal), perbuatan (af'al) maupun ketetapan (taqrir).
3. Aljama'ah (الجمعة) artinya kumpulan atau kelompok. Maksudnya ialah sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, terutama khulafaurrasyidin, assawadul a'dham (golongan mayoritas umat islam) atau jama'atul mujtahidin (golongan mujtahid).

     Sedangkan secara terminologi ialah kaum atau orang-orang yang menganut ajaran islam yang murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.

     Ajaran nabi dan para sahabat tersebut pada dasarnya secara sempurna telah termaktub dalam Alquran dan Sunnah Rasul. Hanya saja ajaran tersebut belum tersusun secara rapi dan teratur. Ajaran tersebut kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh ulama besar, Syekh Abu Hasan Al-Asyari (lahir di Bashrah tahun 260 H dan wafat di Bashrah tahun 324 H dalam usia 64 tahun).

     Ahlussunnah Waljamaah sering juga disebut "Kaum Asyariyah", merujuk kepada Imam Abu Hasan Al-Asyari. Salah seorang murid beliau yang terkenal bernama Abu Mansur Al-Maturidi (lahir di Maturidi, Samarkand tahun 268 H dan wafat tahun 303 H/944 M). Ia adalah seorang ulama besar yang mempunyai i'tikad sama dengan yang diajarkan oleh Al-Asyari. Pahamnya disebut Maturidiyah. Itulah sebabnya Muhammad bin Muhammad bin Al-Husaini Az-Zabidi dalam kitab Ithafussadah Almuttaqin (syarah kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali) mengatakan:
 إذَااُطْلقَ اَهْلُ السُّنََّة وَالْجَمَاعَة فَا لْمُرَا دُبه الْاَشَاعرَةُ وَالْمَاتُرديَّةُ
Artinya: "Apabila disebut ahlussunnah waljamaah, maka maksudnya adalah orang-orang yang mengikuti paham Al-Asyari dan Al-Maturidi".

     Selain itu, dalam kitab-kitab ushuluddin sering dijumpai pula kata "Sunni". Kata ini merupakan kependekan dari kata ahlussunnah waljamaah, dan orang-orangnya disebut "Sunniyun".

     Menurut KH. Ahmad Shiddiq, ahlussunnah waljamaah adalah golongan yang setia pada ahlussunnah waljamaah, yaitu ajaran islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabatnya pada masa nabi Muhammad masih hidup serta apa saja yang dipraktikkan para sahabat sepeninggalnya, khususnya khulafaurrasyidin.

     Rujukan utama untuk mengetahui pengertian ahlussunnah waljamaah adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani:
وَالَّذى نَفْسُ مُحَمَّد بيَده لَتَفْتَرقُ اُمَّتى عَلَى ثَلاَث وَ سَبْعينَ فرْقَة فَوَاحدَةٌ فى الْجَنَّة وَثنْتَان وَسَبْعُوْنَ فى النَّار قيلَ : مَنْهُمْ يَا رَسُوْلَ الله قَالَ اَهْلُ السُّنَّة وَالْجَمَاعَة . رواه الطبرانى
Artinya: "Demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 kelompok. Satu kelompok masuk surga dan 72 kelompok lainnya lagi masuk neraka. Sahabat bertanya kepada Nabi. Siapakah mereka yang masuk surga itu, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: Mereka itu adalah Ahlussunnah Waljamaah".

     Kedudukan sahabat Nabi Muhammad memang penting sebagai acuan pemahaman dan pengenalan ajaran islam. Rasulullah sendiri telah menandaskan hal tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, yang artinya:
"Maka sesungguhnya siapa yang hidup (lama) di antara ilmu, niscaya akan melihat perselisihan (paham) yang banyak, maka peganglah sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu".

     Sedemikian tinggi dan pentingnya kedudukan sahabat sampai Nabi Muhammad dalam sebuah hadis pernah mengatakan:
اَصْحَابى كَاالنُّجُوْم باَيّهمُ اقْتَدَيتُمْ اهْتَدَيتُمْ
Artinya: "Para sahabatku adalah ibarat bintang-bintang, dengan siapapun di antara kamu sekalian maka kamu akan memperoleh petunjuk".

     Sebagai suatu ajaran, ahlussunnah waljamaah sudah ada jauh sebelum dia tumbuh sebagai aliran dan gerakan. Bahkan istilah ahlussunnah itu sudah dipakai sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat. Sebab hakikat ahlussunnah waljamaah sebenarnya adalah islam itu sendiri.

     Hanya saja istilah itu belum dipakai sebagai nama aliran atau gerakan kelompok tertentu. Yang mendorong lahirnya ahlussunnah waljamaah sebagai aliran dan gerakan dalam islam adalah keberadaan aliran lain yang telah ada sebelumnya, terutama aliran dan gerakan Muktazilah pada zaman Abbasiyah, khususnya pada zaman Al-Makmun (198-218 H / 813-833 M), Al-Muktashim (218-228 H / 833-842 M) dan Al-Watsiq (228-233 H / 842-847 M) yang menjadikan Muktazilah sebagai madzhab resmi negara yang dilindungi oleh pemerintah.

     Dalam penyebaran paham Muktazilah itu, terjadi suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam dalam sejarah umat islam dan khususnya Muktazilah sendiri. Khalifah Al-Makmun dalam upayanya menanamkan pengaruh Muktazilah, melakukan pemaksaan kepada seluruh jajaran pemerintahnya, bahkan juga kepada seluruh masyarakat islam. Dalam menyebarkan paham Muktazilah banyak ulama panutan masyarakat menjadi korban penganiayaan. Misalnya Imam Hambali (Ahmad bin Hambal), Muhammad bin Nuh, dan lain-lain yang tidak mau mengubah pendiriannya untuk mengatakan bahwa "alquran itu adalah makhluk" (seperti yang diyakini Muktazilah).

        Ketegaran dan ketegasan mereka dalam mempetahankan akidah ahlussunnah waljamaah serta adanya keresahan kaum muslimin yang saat itu sudah bosan menghadapi perbedaan dan beragam pertentangan yang dibuat Muktazilah menimbulkan simpati luas dari masyarakat. Lebih dari itu, rasa kebencian kaum muslimin dan antipati terhadap pemerintah Muktazilah dan kekuasaan yang mendukungnya memuncak ketika peristiwa "Mihnatul Quran" (fitnah bahwa alquran adalah makhluk).

   Ketika Al-Mutawakkil (233-247 H / 874-861 M) menjadi khalifah Abbasiyah menggantikan Al-Watsiq, dia melihat bahwa posisinya sebagai khalifah perlu mendapatkan dukungan mayoritas masyarakat. Sementara itu kelompok mayoritas islam setelah kasus Mihnah (ujian akidah) adalah pengikut Imam Ahmad bin Hambal. Sehingga pada tahun 856 M, khalifah Al-Mutawakkil membatalkan aliran Muktazilah sebagai madzhab resmi negara dan pemerintah.

     Di samping itu bagi masyarakat awam, sebenarnya sulit menerima doktrin Muktazilah yang rasional-filosofis. Mereka lebih menyukai ajaran-ajaran yang sifatnya sederhana yang sejalan dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dan tradisi para sahabatnya. Dalam keadaan ini, muncullah tokoh ulama islam yaitu Abu Hasan Al-Asyari dengan ajaran-ajaran akidah ahlussunnah waljamaah. Dimana dia berusaha mengakomodasi aspirasi masyarakat sesuai tingkat pemikiran dengan tetap menjaga kemurnian ajaran islam yang sesuai dengan sunnah Nabi serta tradisi para sahabatnya. Doktrin teologi Asyari ini kemudian dikembangkan terus menerus oleh murid-murid dan ulama pengikutnya, seperti: Abu Hasan Al-Bahili, Muhammad Al-Baqillani, Abdul Maali Al-Juwaini (Imam Haromain), Abu Hamid Al-Ghazali, Muhammad bin Yusuf As-Sanusi, dan lain-lain. Dan di Samarkand, muncul tokoh ahlussunnah waljamaah yang lain, yaitu Abu Mansur Al-Maturidi yang ajaran teologinya dikenal dengan Al-Maturidiyah. Di Bukhara aliran Maturidiyah dikembangkan oleh Ali Muhammad Al-Bazdawi.