LET'S VISIT BANDA ACEH

Banda Aceh is the provincial capital of Aceh Province, formerly known as Kutaraja until 1962. On April 22nd, 2016, Banda Aceh celebrated its 814th anniversary. Today,...

DAYA TARIK WISATA JAWA TENGAH

Candi Borobudur merupakan candi Budha terbesar di dunia. Candi ini adalah salah satu masterpiece di antara tujuh keajaiban dunia. Candi Borobudur terletak di...

NGABEN: UPACARA ADAT PEMAKAMAN DI BALI

Upacara pemakaman jenazah atau kremasi umat Hindu di Bali atau dikenal dengan nama Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan...

SEJARAH RUMPUN BAHASA AUSTRONESIA

Menurut Arkeolog Harry Truman Simanjuntak, Austronesia merupakan salah satu rumpun bahasa yang terbesar di dunia. Rumpun bahasa ini meliputi...

ALBERT EINSTEIN

Albert Einstein was born in Ulm, Germany, in 1879. As a young boy, Einstein lived in...

Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Februari 2016

Lambang Negara Republik Indonesia


    Setiap negara mempunyai lambang negara yang menggambarkan kedaulatan, kepribadian dan kemegahan negara tersebut. Pada tahun 1950 Pemerintah Republik Indonesia membentuk suatu panitia khusus untuk menciptakan sebuah lambang negara.

    Panitia tersebut berhasil menciptakan lambang negara Republik Indonesia yang berbentuk Garuda Pancasila. Lambang negara tersebut disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009.

    Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda. Selain itu terdapat semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

    Arti Lambang Negara
    Garuda dengan perisai memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan.

    Garuda memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45. Hal tersebut menginterpretasikan tanggal, bulan, dan tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

  1. Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis katulistiwa.
  2. Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila, yaitu:
    • dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima;
    • dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;
    • dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai;
    • dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan
    • dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan atas perisai.

    Penggunaan Lambang Negara
    Lambang negara wajib digunakan di:
  3. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas di satuan pendidikan;
  4. luar gedung atau kantor;
  5. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
  6. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
  7. ulang, logam dan uang kertas; atau
  8. materai.

  9. Selain itu lambang negara dapat digunakan sebagai:
  10. cap atau kop surat jabatan;
  11. cap dinas untuk kantor;
  12. pada kertas bermaterai;
  13. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan;
  14. lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri, lambang negara sebagai lencana atau atribut dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri;
  15. penyelenggaraan kegiatan resmi;
  16. buku dan majalah yang diterbitkan pemerintah;
  17. buku kumpulan undang-undang; dan/atau
  18. di rumah warga negara Indonesia.

  19. Larangan
    Setiap orang dilarang:
  20. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkkan kehormatan negara;
  21. menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna dan perbandingan ukuran;
  22. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; dan
  23. menggunakan lambang negara untuk keperluan yang selain diatur dalam undang-undang.

President Soekarno's Speech at the Opening of the Bandung Conference, April 18, 1955



This twentieth century has been a period of terrific dynamism. Perhaps the last fifty years have seen more developments and more material progress than the previous five hundred years. Man has learned to control many of the scourges, which once threatened him. He has learned to consumed distance. He has learned to project his voice and his picture across oceans and continents. He has learned how to make the desert bloom and the plants of the earth increase their bounty. He has learned how to release the immense forces locked in the smallest particles of matter.

But has man's political skill marched hand-in-hand with his technical and scientific skill? The answer is No! The political skill of man has been far outstripped by technical skill. The result of this is fear. And man gasps for safety and morality.

Perhaps now more than at any other moment in the history of the world, society, government and statesmanship needs to be based upon the highest code of morality and ethics. And in political terms, what is the highest code of morality? It is the subordination of everything to the well being of mankind. But today we are faced with a situation where the well being of mankind is not always the primary consideration. Many who are in places of high power think, rather, of controlling the world.

Yes, we are living in a world of fear. The life of man today is corroded and made bitter by fear. Fear of future, fear of hydrogen bomb, fear of ideologies. Perhaps this fear is a greater danger than the danger itself, because it is fear, which drives men to ac foolishly, to act thoughtlessly, to act dangerously.

All of us, I am certain, are united by more important things than those, which superficially divide us. We are united, for instance, by a common detestation of colonialism in whatever form it appears. We are united by a common detestation of racialism. And we are united by a common determination to preserve and stabilize peace in the world.

We are often told, "Colonialism is dead." Let us not be deceived or even soothed by that. I say to you, colonialism is not yet dead. How can we say it is dead, so long as vast areas of Asia and Africa are unfree.

And, I beg of you do not think of colonialism only in the classic form, which we of Indonesia, and our brothers in different parts of Asia and Africa, knew. Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control, and actual physical control by a small but alien community within a nation. It is a skillful and determined enemy, and it appears in many guises. It does not give up its loot easily. Wherever, whenever and however it appears, colonialism is an evil thing, and one which must be eradicated from the earth. . .


Source: Excerpt taken from Africa-Asia Speaks from Bandung, (Djakarta Indonesian Ministry of Foreign Affairs, 1995, 19-29)

Senin, 04 Januari 2016

KERAJAAN TARUMANEGARA

Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berlokasi di lembah Sungai Citarum, Jawa Berat berdasarkan prasasti-prasasti dari Kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di antara Sungai Citarum dan Sungai Cisadane.

Sumber-sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan. Namun hingga saat ini ada beberapa prasasti yang belum diartikan, seperti Prasasti Muara Cianten dan Prasasti Ppasir Awi. Banyak informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang.

Beberapa prasasti dari Kerajaan Tarumanegara antara lain, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Koleangkak, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Lebak (Cidanghilang).

Sumber sejarah penting lain yang dapat menjadi bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara adalah catatan dari musafir Cina. Catatan sejarah dari musafir Cina yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara, yaitu catatan perjalanan dari Pendeta Cina Fa-Hsien, catatan dari Kerajaan dinasti Soul dan catatan dari dinasti T'ang.

Dari catatan sejarah tersebut, dapat diperoleh bukti yang lebih kuat mengenai keberadaan Kerajaan Tarumanegara.

Sistem Pemerintahan dan Kehidupan Politik

Berdasarkan dari berbagai sumber yang terdapat pada prasasti-prasasti yang ditemukan, diketahui bahwa raja yang pernah memerintah di Kerajaan Tarumanegara hanyalah Raja Purnawarman. Raja yang pernah memerintah Kerajaan Tarumanegara sebelum dan sesudah Raja Purnawarman belum pernah diketahui. Hal ini disebabkan tidak terdapatnya bukti-bukti yang menyatakan tentang keberadaan raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Tarumanegara.

Raja Purnawarman merupakan seorang raja besar. Hal ini dapat diketahui dari Prasasti Ciaruteun yang isinya adalah "ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia." Dari isi prasasti tersebut dapat diperkirakan Raja Purnawarman adalah raja yang besar dan kuat.

Keadaan Masyarakat

Kehidupan ekonomi Kerajaan Tarumanegara diperkirakan sudah maju. Mata pencaharian masyarakat Tarumanegara antara lain, pertanian, pelayaran, dan peternakan. Bidang pertanian sangat diperhatikan pada saat itu.

Berdasarkan Prasasti Tugu dapat diketahui bahwa Raja Purnawarman sangat memperhatikan bidang pertanian dan perdagangan. Hal itu terlihat dari perintah Raja Purnawarman untuk membangun saluran air di Sungai Gomati yang panjangnya 6.122 tombak atau 12 km. Saluran itu dimaksudkan untuk mencegah banjir dan membuat irigasi sehingga panen tidak mengalami kegagalan sekaligus untuk transportasi.

Dalam bidang sosial budaya masyarakat Kerajaan Tarumanegara terbagi menjadi dua golongan masyarakat yang berbudaya Hindu dan berbudaya asli. Agama dan budaya Hindu berkembang di lingkungan istana. Huruf yang dipergunakan adalah huruf Pallawa, sedangkan bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Sanskerta dan K'un Iun yaitu bahasa Melayu yang bercampur dengan bahasa Sanskerta.


Sumber: Rahmawati, Dwi dan Sri Widiastuti. ---. Sejarah untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Semester Gasal. Klaten: Viva Pakarindo.

KERAJAAN SINGASARI

Candi Singasari, Salah satu peninggalan Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di daerah Malang dengan pelabuhannya yang bernama Pasuruan. Dari daerah itulah Singasari berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Timur.

Sumber sejarah penting mengenai Kerajaan Singasari di Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno seperti Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama. Kedua kitab tersebut berisi sejarah raja-raja Kerajaan Singasari dan raja-raja Kerajaan Majapahit yang saling berhubungan. Catatan sejarah kekaisaran Cina yang sejak abad pertama telah berhubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Jawa menyatakan bahwa Kaisar kubilai Khan dari Cina mengirimkan pasukan untuk menyerang Singasari.

Sumber sejarah lain dari Kerajaan Singasari berupa candi, seperti Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. Candi-candi tersebut digunakan sebagai makam raja-raja Singasari. Selain sumber-sumber di atas, peninggalan berupa arca-arca (patung) juga melengkapi sumber sejarah Kerajaan Singasari. Misalnya, arca patung Amoghapasa dan arca Joko Dolok yang merupakan perwujudan dari Kertanegara.

Sistem Pemerintahan

Kerajaan Singasari pernah mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah Hindu di Indonesia. Bahkan Singasari merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit. Adapun raja-raja yang pernah memerintah di Singasari adalah Ken Arok, Anusapati, Tohjaya, Wisnuwardhana, dan Kertanegara.

Keadaan Masyarakat


Keadaan sosial masyarakat Singasari ketika Ken Arok menjadi akuwu sangat terjamin. Kemakmuran kehidupan sosial masyarakat Tumapel mengakibatkan bergabungnya daerah-daerah yang berada di sekitarnya. Perhatian Ken Arok terhadap rakyatnya sangat besar, sehingga mereka dapat hidup dengan aman dan sejahtera. Setelah Anusapati memerintah, kehidupan masyarakat kurang mendapat perhatian. Barulah pada masa pemerintahan Wisnuwardhana, kehidupan sosial masyarakat Singasari mulai teratur rapi. Rakyat diberikan hak-hak yang semestinya.

Jumat, 01 Januari 2016

BUKTI-BUKTI SEJARAH MASUKNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

Sebagaimana yang kita tahu bahwa hingga saat ini proses masuknya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia belum diketahui secara pasti.

Namun ada beberapa sumber yang dapat digunakan untuk mendata awal masuknya Islam di Indonesia. Sumber-sumber tersebut ada yang berasal dari dalam negeri dan ada yang berasal dari luar negeri. Sumber-sumber dari dalam negeri yang menerangkan perkembangan pengaruh Islam di Indonesia, antara lain sebagai berikut:

Kompleks Makam Fatimah binti Maimun
  1. Batu nisan Islam yang tertua ditemukan di Leran, Gresik, Jawa Timur. Nisan itu milik seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun. Nisan tersebut berangka tahun 475 H atau 1802 M. Dilihat dari hiasannya, nisan tersebut dibuat di luar Indonesia. Penemuan bukti ini memunculkan pendapat bahwa masuknya Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-11 Masehi.

Makam Sultan Malik As Saleh
  1. Batu nisan sultan Kerajaan Samudera Pasai yang pertama, Sultan Malik As Saleh. Nisan tersebut bertarikh 696 H (1297 M).

Makam Sultan Malik Az Zahir
  1. Dua batu nisan bertarikh 781 H (1380) dan 789 H (1389 M) di Munje Tujoh, Aceh Utara. Kedua nisan ini menunjukkan tahun meninggalnya putra sultan Samudera Pasai ketiga, yaitu Sultan Malik Az Zahir.


Batu nisan yang ditemukan di pemakaman Trowulan dan Troloyo
  1. Beberapa batu nisan yang memuat kutipan dari Alquran ditemukan di kuburan Trowulan dan Troloyo, Jawa Timur. Tempat tersebut berdekatan dengan bekas istana Kerajaan Majapahit. Ciri dari batu nisan ini adalah bertuliskan huruf Arab, tetapi menggunakan tarikh Saka dan angka-angka Jawa Kuno. Nisan di Trowulan bertarikh 1920 Saka (1268-1369 M) dan beberapa nisan di Troloyo bertarikh 1293-1533 Saka (1371-1611 M). Makam ini dimungkinkan milik keluarga raja dari Kerajaan Majapahit.

Makam Maulana Malik Ibrahim
  1. Batu nisan milik Maulana Malik Ibrahim ditemukan di Gresik. Ia adalah salah seorang dari wali sanga. Nisan ini bertarikh 822 H (1419 M). Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun itu agama Islam sudah masuk di pesisir utara Jawa.








Masuk dan berkembangnya pengaruh agama dan kebudayaan Islam  di Indonesia juga diperkuat dengan beberapa sumber yang berasal dari luar negeri. Sumber-sumber tersebut di antaranya:

  1. Berita Arab
Diketahui melalui para pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa Indonesia. Para pedagang Arab telah datang ke Indonesia sejak masa Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka. Hubungan para pedagang Arab dengan Kerajaan Sriwijaya terbukti dengan adanya sebuah sebutan para pedagang Arab untuk Kerajaan Sriwijaya, yaitu Zabaq, Zabay, atau Sribusa.

  1. Berita Eropa
Berasal dari Marcopolo dan Tome Pires. Marcopolo adalah orang Eropa yang pertama kali menginjakkan kakinya di Indonesia, ketika ia kembali dari Cina menuju Eropa melalui jalur laut. Ia mendapatkan tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembahkan kepada kaisar Romawi. Dalam perjalanannya ia singgah di Pulau Jawa bagian utara. Di daerah tersebut ia menemukan adanya kerajaan Islam yaitu Kerajaan Samudera dengan ibukotanya di Pasai. Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 daerah bagian pesisir timur Sumatra dari Aceh sampai Palembang, telah banyak masyarakat yang beragama Islam. Namun, di daerah pedalaman masyarakat setempat pada umumnya masih menganut keyakinan lama. Proses Islamisasi ke daerah pedalaman Aceh dan Sumatra Barat terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politik ke daerah pedalaman pada abad ke-16 sampai 17.

  1. Berita India
Disebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat memiliki peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Di samping berdagang mereka juga aktif mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang berada di daerah pesisir pantai.

  1. Berita Cina

Diketahui melalui catatan dari Ma-Huan, seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Dalam tulisannya, ia menyatakan bahwa sejak sekitar tahun 1400 M telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulau Jawa.

KERAJAAN KUTAI

Peta Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan bercorak Hindu pertama di Indonesia yang terletak di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Pusat pemerintahannya diperkirakan berada di Muarakaman di tepi Sungai Mahakam.

Sumber-sumber sejarah Kerajaan Kutai adalah beberapa patung yang ditemukan di gua di Gunung Kombang dan tujuh buah prasasti yang disebut dengan yupa. Sebanyak empat buah yupa ditemukan pada tahun 1879 dan tiga buah yupa ditemukan pada tahun 1940 di daerah aliran Sungai Mahakam. Berdasarkan perbandingan bentuk huruf yang dipakai pada prasasti yupa dengan prasasti-prasasti di India, dapat diperkirakan bahwa yupa-yupa tersebut berasal dari abad ke-4 masehi.

Prasasti Kerajaan Kutai
Huruf yang dipakai dalam penulisan yupa adalah huruf Pallawa sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Sanskerta dan disusun dalam bentuk syair. Isi dari yupa-yupa tersebut di antaranya silsilah raja yang menyatakan bahwa Maharaja Kudunga mempunyai seorang putra yang bernama Aswawarman. Aswawarman disamakan dengan Dewa Ansumah (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai tiga putra, salah satu putra yang terkenal adalah Mulawarman.


Sistem Pemerintahan dan Kehidupan Politik

Sistem pemerintahan di Kalimantan Timur mengalami perubahan sejak muncul dan berkembangnya pengaruh Hindu (India). Tata pemerintahan beruabh dari pemerintahan seorang kepala suku menjadi kepala pemerintahan seorang raja dalam suatu kerajaan.

Bangunan Kerajaan Kutai yang masih tersisa
Raja pertama Kerajaan Kutai adalah Raja Kudunga. Kedudukan awalnya sebagai seorang kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu di wilayahnya, Kudunga mengubah struktur pemerintahannya menjadi pemerintahan kerajaan dan diperintah oleh seorang raja. Penggantian tahta kerajaan dilakukan secara turun-temurun. Setelah Raja Kudunga mangkat, tahta pemerintahan digantikan oleh putranya yang bernama Aswawarman.

Kerajaan Kutai mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Mulawarman putra dari Raja Aswawarman. Mulawarman merupakan raja yang sangat besar, rakyat yang diperintahnya hidup tenteram dan sejahtera. Untuk menghormati Mulawarman maka para pendeta mendirikan tugu peringatan yang disebut yupa.

Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat

Ilustrasi Upacara Bauswarnakam oleh Raja Mulawarman
Kehidupan sosial masyarakat Kutai berdasarkan prasasti yang telah ditemukan, telah berkembang menjadi sebuah masyarakat yang memiliki kebudayaan hasil perpaduan antara unsur budaya India dan unsur budaya lokal. Hal ini terlihat dari golongan masyarakat yang menguasai bahasa Sanskerta dan dapat menulis huruf Pallawa. Golongan tersebut adalah golongan brahmana.

Berdasarkan isi semua prasasti dapat diduga bahwa Raja Mulawarman memiliki hubungan yang baik dengan golongan brahmana. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan pada setiap prasasti selalu mengatakan bahwa semua yupa yang mengagungkan namanya, didirikan oleh brahmana sebagai penghormatan kepada sang raja, disamping adanya kebaikan dari raja kepada kaum brahmana. Hubungan baik ini menunjukkan bahwa kedudukan para brahmana sangat dihormati dan disegani oleh kalangan kerajaan.

Raja Kerajaan Kutai yaitu Mulawarman, menganut agama Hindu Siwa. Hal tersebut dapat diketahui dari salah satu yupa yang menyebutkan tempat dalam tanah yang diberi nama Waprakeswara. Waprakeswara merupakan suatu tempat suci untuk memuja Dewa Siwa.

Kehidupan ekonomi Kerajaan Kutai diperkirakan sudah maju. Hal ini dibuktikan dengan adanya kesanggupan pihak kerajaan memberikan sedekah berupa 20.000 ekor sapi kepada para brahmana. Kemampuan ini menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat Kutai adalah beternak, terutama sapi.


Mata pencaharian lainnya adalah bertani dan berdagang, mengingat letak Kutai yang berada di tepi Sungai Mahakam yang subur. Sungai Mahakam pada saat itu diperkirakan dipergunakan sebagai jalur lalu lintas perdagangan lokal. Bahkan diperkirakan sudah terjadi hubungan dagang internasional yang menggunakan jalur lalu lintas dari India, Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Makassar, dan terus ke Filipina atau ke Cina.

Kamis, 31 Desember 2015

SEJARAH RUMPUN BAHASA AUSTRONESIA

     
     Menurut Arkeolog Harry Truman Simanjuntak, Austronesia merupakan salah satu rumpun bahasa yang terbesar di dunia. Rumpun bahasa ini meliputi 1.252 bahasa dan dituturkan oleh lebih dari 300 juta jiwa penutur asli. Masyarakat penuturnya tersebar di wilayah sepanjang 15 ribu km (lebih dari separuh bola bumi), dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di ujung timur, dari Taiwan-Mikronesia di utara hingga Selandia Baru di selatan. Dari sisi jumlah bahasanya, rumpun Austronesia menduduki urutan ke-2 sebagai rumpun bahasa terbesar di dunia. Sedangkan dari jumlah penutur aslinya, rumpun ini menduduki urutan ke-5.

     Mengenai asal usul penutur rumpun bahasa Austronesia ini, terdapat beberapa hipotesis yang menyatakan bahwa leluhur penutur bahasa Austronesia berasal dari Pulau Formosa, Taiwan. Salah satu pakar linguistik yang lantang menyuarakan hipotesis ini adalah Robert Blust. Menurutnya, sembilan dari sepuluh cabang utama rumpun bahasa Austronesia terbentuk dari bahasa-bahasa Formosa, sedangkan satu cabang utama lainnya terdiri dari hampir 1.200 bahasa Melayu-Polinesia yang tersebar di luar Formosa. Robert Blust sudah mencoba merekonstruksi silsilah dan pengelompokan bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia sejak 1970-an. Meski pakar bahasa sepakat dengan beberapa rincian analisis Robert Blust, tetap disepakati kesimpulan umum bahwa bahasa-bahasa Austronesia berasal dari Taiwan. Teori ini dikenal sebagai teori Model Out of Taiwan.

     Menurut teori Model Out of Taiwan, leluhur bangsa Austronesia berasal dari Cina Selatan yang bermigrasi ke Taiwan pada masa 5000-4000 SM. Beberapa abad setelahnya, muncul akar rumpun bahasa Austronesia. Sekitar 4500-3000 SM, ada satu kelompok leluhur yang memisahkan diri dan bermigrasi ke Filipina bagian utara. Mereka kemudian melahirkan cabang bahasa yakni Proto Melayu Polinesia (PMP). Selanjutnya, sebagian masyarakat penutur PMP mulai bermigrasi dari Filipina ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara, melalui Filipina Selatan. Melalui proses migrasi ini, lahirlah cabang bahasa baru, yaitu bahasa Proto Melayu Polinesia Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara dan bahasa Proto Melayu Polinesia Barat (PWMP) di kepulauan Indonesia bagian barat.

      Leluhur yang ada di Maluku Utara kemudian berpindah ke selatan dan timur pada 3000-2000 SM. Perpindahan ke selatan hingga ke Nusa Tenggara menghasilkan cabang bahasa Proto Melayu Polinesia Tengah (PCMP). Sementara perpindahan masyarakat penutur ke timur hingga pantai utara Papua Barat menghasilkan bahasa Proto Melayu Polinesia Timur (PEMP). Perpindahan penutur PEMP di wilayah pantai barat Papua Barat ke Halmahera Selatan, Kepulauan Raja Ampat, dan pantai barat Papua Barat menghasilkan bahasa Halmahera Selatan Papua Nugini Barat (SHWNG). Kelompok dari masyarakat penutur PEMP lainnya lalu berpindah ke Oseania, dan sampai ke Kepulauan Bismarck di Melanesia sekitar 1500 SM. Dari proses migrasi ini muncul bahasa Proto Oseania.

     Sementara itu, penutur PWMP di Kepulauan Indonesia bagian barat yang menghuni Kalimantan dan Sulawesi kemudian bergerak menuju selatan pada 3000-2000 SM. Kelompok ini kemudian berdiam di Jawa dan Sumatra. Sebagian di antaranya lalu berpindah lagi ke utara, termasuk Vietnam dan Semenanjung Malaka. Memasuki awal periode Masehi, persebaran leluhur penutur bahasa PWMP bergerak ke Kalimantan hingga Madagaskar.

     Harry Truman Simanjuntak menyimpulkan bahwa hampir seluruh kawasan Nusantara, hingga ke negeri-negeri tetangga dan masyarakat kepulauan di Pasifik dan Madagaskar menggunakan bahasa yang cikal bakalnya adalah bahasa Austronesia. Kecuali masyarakat pedalaman Papua dan pedalaman Pulau Timor, bahasanya lebih mirip dengan bahasa pedalaman Australia. Bahasa nasional Indonesia pun berakar dari bahasa Austronesia. Namun memang bahasa Indonesia saat ini sudah jauh lebih kompleks karena penuturnya sudah beradaptasi dengan rumpun bahasa dunia lainnya seperti India, Arab, Portugis, Belanda dan Inggris.

Source: Turangan, Lyli, Willyanto, dan Reza Fadhilla. 2014. Seni Budaya dan Warisan Indonesia Jilid 8 Bahasa dan Sastra. Jakarta: PT Aku Bisa.

Rabu, 30 Desember 2015

TEORI-TEORI PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

1. Snouck Hurgronje dan Moquette


Snouck Hurgronje dan Moquette merupakan tokoh sejarah yang berasal dari Belanda. Menurut mereka, islam masuk ke Indonesia melalui Gujarat, India. Teori yang mereka kemukakan didasarkan pada kenyataan batu nisan yang terdapat di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, mempunyai bentuk yang sama dengan batu nisan di Cambay, Gujarat, India.




2. Soetjipto Wirjosoeparto
Soetjipto Wirjosoeparto berpendapat bahwa islam masuk ke Indonesia melalui Gujarat, India. Hal tersebut dibuktikan dengan salah satu makam raja islam di Samudera Pasai yang nisannya menggunakan batu yang berasal dari Gujarat, India.

3. Hoesein Djajadiningrat
Hoesein Djajadiningrat berpendapat bahwa islam masuk ke Indonesia melalui Iran (Persia). Teori tersebut didasarkan pada bukti dengan ejaan dalam tulisan Arab. Di mana baris di atas, di bawah, dan di depan huruf disebut dengan jabar (zabar) dan pes (pjes). Penggunaan istilah tersebut sama dengan penggunaan istilah yang berasal dari bahasa Iran, sedangkan menurut bahasa Arab, istilah tersebut disebut dengan fathah, kasrah, dan dhammah. Selain itu, terdapat pula huruf sin yang tidak bergigi, sedangkan dalam bahasa Arab huruf sin bergigi. Gelar syah yang biasa dipakai di Persia juga pernah dipergunakan oleh Raja Malaka dari Aceh.

4. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)
Hamka berpendapat bahwa islam masuk ke Indonesia melalui Mesir dan Makkah. Teori ini didasarkan pada sebagian besar rakyat Indonesia yang memeluk agama islam bermadzhab Syafii, seperti yang banyak dianut oleh masyarakat Mesir. Selain itu, gelar yang digunakan Raja Samudera Pasai adalah gelar raja-raja Mesir yaitu menggunakan Malik.

5. Alwi Shihab
Alwi Shihab berpendapat bahwa islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau sekitar abad ketujuh Masehi dibawa oleh pedagang Arab yang masuk ke Cina melalui jalur Barat. Teori tersebut didasarkan pada cerita Cina pada masa dinasti 'Tang yang menyatakan adanya perkampungan Arab di Cina. Dalam perkampungan tersebut penduduknya diberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinannya. Cina yang dimaksudkan dalam berita Cina adalah gugusan pulau di Timur jauh, termasuk kepulauan Indonesia. Jadi, jalur awal penyebaran islam di Indonesia menurut Alwi Shihab bukan berasal dari jalur Arab, India dan Persia, melainkan dari Arab langsung.

INDONESIA SEBAGAI JALUR PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM PERKEMBANGAN AGAMA HINDU-BUDDHA

Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang dipisahkan oleh selat dan laut. Untuk menjalin komunikasi antar pulau, bangsa, Indonesia menggunakan sarana pelayaran. Sarana pelayaran juga digunakan untuk memperlancar aktivitas perdagangan antar pulau. Pelayaran dan perdagangan yang dilakukan bangsa Indonesia bukan hanya dalam wilayah Indonesia, melainkan telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia.

Sejak ditemukannya jalur pelayaran melalui laut yang menghubungkan antara Romawi dan Cina, maka pelayaran dan perdagangan di wilayah asia menjadi semakin ramai. Rute jalur laut yang dilakukan dalam hubungan dagang antara Cina dan Romawi telah mendorong munculnya suatu hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui oleh rute tersebut, termasuk Indonesia. Karena posisi Indonesia yang strategis -di tengah jalur perdagangan antara Cina dan Romawi-, maka terjalinlah hubungan antara Indonesia, Cina, dan India.

Melalui hubungan dagang tersebut, maka pengaruh dari luar masuk dan berkembang di Indonesia. Seiring dengan itu, berkembang pula agama dan budaya Hindu-Buddha yang dianut oleh sebagian besar pedagang India di Indonesia. Agama dan budaya tersebut kemudian dianut oleh penguasa dan akhirnya menyebar sehingga memengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia.

Bukti hubungan antara India dan Indonesia terlihat dari ditemukannya berbagai prasasti dan bangunan yang berciri serupa dengan peninggalan sejarah di India. Prasasti dan bangunan tersebut sudah berusia ratusan tahun dan diperkirakan dibuat oleh kerajaan-kerajaan lokal yang terpengaruh oleh agama dan budaya Hindu-Buddha.