Rabu, 30 Desember 2015

SEJARAH MUNCULNYA AHLUSSUNNAH WALJAMAAH


     Secara etimologi Ahlussunnah Waljamaah terdiri atas tiga kata yaitu:
1. Ahlun, ahalun (bentuk jamak) artinya keluarga atau orang yang mempunyi atau yang menguasai. Misalnya اهل البيت artinya keluarga atau kaum kerabat. Dan اهل الامر artinya yang mempunyai urusan atau penguasa.
2. Assunnah (السنة) artinya apa saja yang datang dari Rasulullah SAW meliputi sabda (aqwal), perbuatan (af'al) maupun ketetapan (taqrir).
3. Aljama'ah (الجمعة) artinya kumpulan atau kelompok. Maksudnya ialah sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, terutama khulafaurrasyidin, assawadul a'dham (golongan mayoritas umat islam) atau jama'atul mujtahidin (golongan mujtahid).

     Sedangkan secara terminologi ialah kaum atau orang-orang yang menganut ajaran islam yang murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.

     Ajaran nabi dan para sahabat tersebut pada dasarnya secara sempurna telah termaktub dalam Alquran dan Sunnah Rasul. Hanya saja ajaran tersebut belum tersusun secara rapi dan teratur. Ajaran tersebut kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh ulama besar, Syekh Abu Hasan Al-Asyari (lahir di Bashrah tahun 260 H dan wafat di Bashrah tahun 324 H dalam usia 64 tahun).

     Ahlussunnah Waljamaah sering juga disebut "Kaum Asyariyah", merujuk kepada Imam Abu Hasan Al-Asyari. Salah seorang murid beliau yang terkenal bernama Abu Mansur Al-Maturidi (lahir di Maturidi, Samarkand tahun 268 H dan wafat tahun 303 H/944 M). Ia adalah seorang ulama besar yang mempunyai i'tikad sama dengan yang diajarkan oleh Al-Asyari. Pahamnya disebut Maturidiyah. Itulah sebabnya Muhammad bin Muhammad bin Al-Husaini Az-Zabidi dalam kitab Ithafussadah Almuttaqin (syarah kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali) mengatakan:
 إذَااُطْلقَ اَهْلُ السُّنََّة وَالْجَمَاعَة فَا لْمُرَا دُبه الْاَشَاعرَةُ وَالْمَاتُرديَّةُ
Artinya: "Apabila disebut ahlussunnah waljamaah, maka maksudnya adalah orang-orang yang mengikuti paham Al-Asyari dan Al-Maturidi".

     Selain itu, dalam kitab-kitab ushuluddin sering dijumpai pula kata "Sunni". Kata ini merupakan kependekan dari kata ahlussunnah waljamaah, dan orang-orangnya disebut "Sunniyun".

     Menurut KH. Ahmad Shiddiq, ahlussunnah waljamaah adalah golongan yang setia pada ahlussunnah waljamaah, yaitu ajaran islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabatnya pada masa nabi Muhammad masih hidup serta apa saja yang dipraktikkan para sahabat sepeninggalnya, khususnya khulafaurrasyidin.

     Rujukan utama untuk mengetahui pengertian ahlussunnah waljamaah adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani:
وَالَّذى نَفْسُ مُحَمَّد بيَده لَتَفْتَرقُ اُمَّتى عَلَى ثَلاَث وَ سَبْعينَ فرْقَة فَوَاحدَةٌ فى الْجَنَّة وَثنْتَان وَسَبْعُوْنَ فى النَّار قيلَ : مَنْهُمْ يَا رَسُوْلَ الله قَالَ اَهْلُ السُّنَّة وَالْجَمَاعَة . رواه الطبرانى
Artinya: "Demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 kelompok. Satu kelompok masuk surga dan 72 kelompok lainnya lagi masuk neraka. Sahabat bertanya kepada Nabi. Siapakah mereka yang masuk surga itu, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: Mereka itu adalah Ahlussunnah Waljamaah".

     Kedudukan sahabat Nabi Muhammad memang penting sebagai acuan pemahaman dan pengenalan ajaran islam. Rasulullah sendiri telah menandaskan hal tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, yang artinya:
"Maka sesungguhnya siapa yang hidup (lama) di antara ilmu, niscaya akan melihat perselisihan (paham) yang banyak, maka peganglah sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu".

     Sedemikian tinggi dan pentingnya kedudukan sahabat sampai Nabi Muhammad dalam sebuah hadis pernah mengatakan:
اَصْحَابى كَاالنُّجُوْم باَيّهمُ اقْتَدَيتُمْ اهْتَدَيتُمْ
Artinya: "Para sahabatku adalah ibarat bintang-bintang, dengan siapapun di antara kamu sekalian maka kamu akan memperoleh petunjuk".

     Sebagai suatu ajaran, ahlussunnah waljamaah sudah ada jauh sebelum dia tumbuh sebagai aliran dan gerakan. Bahkan istilah ahlussunnah itu sudah dipakai sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat. Sebab hakikat ahlussunnah waljamaah sebenarnya adalah islam itu sendiri.

     Hanya saja istilah itu belum dipakai sebagai nama aliran atau gerakan kelompok tertentu. Yang mendorong lahirnya ahlussunnah waljamaah sebagai aliran dan gerakan dalam islam adalah keberadaan aliran lain yang telah ada sebelumnya, terutama aliran dan gerakan Muktazilah pada zaman Abbasiyah, khususnya pada zaman Al-Makmun (198-218 H / 813-833 M), Al-Muktashim (218-228 H / 833-842 M) dan Al-Watsiq (228-233 H / 842-847 M) yang menjadikan Muktazilah sebagai madzhab resmi negara yang dilindungi oleh pemerintah.

     Dalam penyebaran paham Muktazilah itu, terjadi suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam dalam sejarah umat islam dan khususnya Muktazilah sendiri. Khalifah Al-Makmun dalam upayanya menanamkan pengaruh Muktazilah, melakukan pemaksaan kepada seluruh jajaran pemerintahnya, bahkan juga kepada seluruh masyarakat islam. Dalam menyebarkan paham Muktazilah banyak ulama panutan masyarakat menjadi korban penganiayaan. Misalnya Imam Hambali (Ahmad bin Hambal), Muhammad bin Nuh, dan lain-lain yang tidak mau mengubah pendiriannya untuk mengatakan bahwa "alquran itu adalah makhluk" (seperti yang diyakini Muktazilah).

        Ketegaran dan ketegasan mereka dalam mempetahankan akidah ahlussunnah waljamaah serta adanya keresahan kaum muslimin yang saat itu sudah bosan menghadapi perbedaan dan beragam pertentangan yang dibuat Muktazilah menimbulkan simpati luas dari masyarakat. Lebih dari itu, rasa kebencian kaum muslimin dan antipati terhadap pemerintah Muktazilah dan kekuasaan yang mendukungnya memuncak ketika peristiwa "Mihnatul Quran" (fitnah bahwa alquran adalah makhluk).

   Ketika Al-Mutawakkil (233-247 H / 874-861 M) menjadi khalifah Abbasiyah menggantikan Al-Watsiq, dia melihat bahwa posisinya sebagai khalifah perlu mendapatkan dukungan mayoritas masyarakat. Sementara itu kelompok mayoritas islam setelah kasus Mihnah (ujian akidah) adalah pengikut Imam Ahmad bin Hambal. Sehingga pada tahun 856 M, khalifah Al-Mutawakkil membatalkan aliran Muktazilah sebagai madzhab resmi negara dan pemerintah.

     Di samping itu bagi masyarakat awam, sebenarnya sulit menerima doktrin Muktazilah yang rasional-filosofis. Mereka lebih menyukai ajaran-ajaran yang sifatnya sederhana yang sejalan dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dan tradisi para sahabatnya. Dalam keadaan ini, muncullah tokoh ulama islam yaitu Abu Hasan Al-Asyari dengan ajaran-ajaran akidah ahlussunnah waljamaah. Dimana dia berusaha mengakomodasi aspirasi masyarakat sesuai tingkat pemikiran dengan tetap menjaga kemurnian ajaran islam yang sesuai dengan sunnah Nabi serta tradisi para sahabatnya. Doktrin teologi Asyari ini kemudian dikembangkan terus menerus oleh murid-murid dan ulama pengikutnya, seperti: Abu Hasan Al-Bahili, Muhammad Al-Baqillani, Abdul Maali Al-Juwaini (Imam Haromain), Abu Hamid Al-Ghazali, Muhammad bin Yusuf As-Sanusi, dan lain-lain. Dan di Samarkand, muncul tokoh ahlussunnah waljamaah yang lain, yaitu Abu Mansur Al-Maturidi yang ajaran teologinya dikenal dengan Al-Maturidiyah. Di Bukhara aliran Maturidiyah dikembangkan oleh Ali Muhammad Al-Bazdawi.

1 komentar: